Pages

Sabtu, 12 Maret 2011

The Girl Who Leapt Through Time: Diterjemahkan jadi gadis yang melewati waktu dengan cara melompat, eeeh?

Dari ngakak, masih ngakak, terus jadi ngerutin dahi, lanjut bingung, mengamati dengan seksama, “What? Jadi gitu?”, lega, senyum-senyum.

Errr, kira-kira akan jadi seperti itulah ekspresi yang akan dialami waktu nonton film karya sutradara Mamoru Hosoda ini. Film ini bener-bener bakal bikin ngakak, ngakak banget, melihat tingkah Makoto Konno, gadis tomboi yang agak-agak bodoh dan ceroboh – walaupun dirinya sendiri nggak mau mengakuinya. Sampai ia mulai menggunakan kemampuan melompati waktu yang didapatnya dari sebuah ‘kenari’, well, masih ngakak. Kemudian, sampai waktu ia mulai bertambah sering ‘melompat’, penonton secara spontan akan mengamati dengan baik bagian-bagian waktu yang terlibat. Sampai klimaks, tanpa basa-basi lagi, kalau tidak konsentrasi bakal kebingungan tak tau arah. Dan endingnya, meskipun memuat ambiguitas yang cukup membingungkan namun masih diakhiri dengan ending yang melegakan dan mendewasakan.
“People say that when you have a bad day, nothing will go fine. But that is not for me. Because I'm always having luck.” – Makoto Konno

Best Friends: (from left to right) Chiaki, Makoto, and Kousuke

Meskipun berupa adaptasi dari novel berjudul sama (Toki o Kakeru Shoujo) karangan Yasutaka Tsutsui, film ini lebih bisa dibilang sebagai sekuel dari novelnya. Bercerita tentang Makoto Konno, Chiaki Mamiya, dan Kousuke Tsuda yang merupakan teman baik dan sering terlihat bermain bersama-sama. Pulang sekolah bersama, main baseball bersama atau karaokean bersama. Suatu hari, ketika Makoto sedang mengantar kertas hasil tes, ia mendengar suara dari ruangan sains. Namun, setelah ia masuk dan melihat-lihat, ternyata tidak ada siapa-siapa. Tak lama kemudian Makoto melihat sebuah biji kenari yang tiba-tiba jatuh dari suatu tempat dan tergeletak di lantai. Ia pun berniat mengambilnya ketika sesaat ia melihat sesosok bayangan manusia dalam ruangan itu. Spontan ia terjatuh karena terkejut dan siku kirinya menimpa biji kenari yang mau dipungutnya. Tiba-tiba Makoto seperti tersedot atau jatuh ke atas (?) memasuki dimensi lain dimana ia melihat berbagai macam hal aneh yang pada akhirnya terhenti sejenak melayang di atas padang rumput, hingga kemudian ia terjatuh, ke bawah, dan kembali ke dunianya. Pengalaman aneh yang mengarah ke suatu kemampuan khusus?

“If today... If today were a normal day, there wouldn't have been any problems. But... I'd forgotten that today was an extremely unlucky day. It's crazy... but I'm going to die.” – Makoto Konno

Sepulang sekolah, dengan mengendarai sepedanya seperti biasa, ia mengalami sedikit kecelakaan, errr, tertabrak kereta api. Makoto mendapati rem sepedanya tidak berfungsi ketika melewati turunan tajam berujung persimpangan rel kereta api (beserta kereta apinya yang siap lewat). Tidak bisa menghentikan sepedanya, Makoto menabrak pembatas dan terpental tepat di depan lokomotif kereta api yang lewat. Beruntungnya, alih-alih terpental, kita akan menyebutnya melompat – Makoto melompati waktu. Sama bingungnya dengan Makoto, paling tidak saat itu, kita tiba-tiba mendapati Makoto telah melompat mundur beberapa detik waktu sebelum ia menabrak/ditabrak kereta api. Makoto selamat! Namun tidak berhenti disitu, sebaliknya, sejak saat pertama ia menyadari kemampuannya melompati waktu inilah petualangannya dimulai.
Makoto terpental dari sepedanya

Begitu menyadari kemampuannya untuk melompati waktu, Makoto pun menggunakannya untuk hal-hal sepele demi memenuhi kesenangannya saja, seperti melompat ke waktu terdahulu untuk makan pudding jatahnya yang dimakan adiknya terlebih dulu, mengulangi hari sialnya menjadi hari keberuntungannya dengan menghindari kecerobohan yang ia lakukan di waktu sebelumnya, melompati waktu untuk merasakan makan malam kesukaannya di malam sebelumnya, hingga mengulangi waktu berkali-kali hanya untuk bisa karaokean bareng Chiaki dan Kousuke berulang-ulang dengan cara mengakali batas waktu sewanya. Hal tersebut dilakukannya dengan tanpa basa-basi tanpa menyadari bahwa untuk setiap kesenangan yang dilakukannya ternyata mengorbankan orang lain untuk menggantikan kesusahannya. Makoto pun mulai merasakan orang-orang di sekitarnya menderita akibat perubahan di ruang dan waktu yang ia lakukan. Hal tersebut semakin lama semakin menjadi, bahkan sampai menyangkut hal hidup-mati teman-temannya. “I’ll do something!”, ungkap Makoto, berniat untuk melakukan sesuatu.
“This is it. If I had known, I would have gotten up earlier. I wouldn't have slept in. Wouldn't have been late. Done a better job on my tempura. Avoid being knocked over by stupid boys. And today was supposed to be NICE day...” – Makoto Konno


Awal cerita film ini benar-benar akan membuat kita tertawa lepas ditambah dengan animasi karakter yang komikal, kemudian kita akan dibingungkan oleh waktu-waktu yang terlibat yang menuntut otak kita untuk menyesuaikan, mengadaptasi kondisi sebelum dan setelah perubahan. Sebenarnya kalau kita berkonsentrasi dan jeli bisa saja mengikutinya dengan baik. Tapi untuk sebuah film science fiction bertema time travel, film ini terlalu sedikit dalam memberikan clue-clue atau penjelasan mengenai perihal lompat-melompat waktu. Seperti tidak menjelaskan bagaimana cara menentukan waktu tujuan lompatan, apa-apa saja peraturan yang harus ditaati dalam melompati waktu (berkaitan dengan salah satu karakter yang ternyata pemilik ‘kenari waktu’), bagaimana cara kerja kenari waktu, dan apa-apa saja batasan atau kemampuan minimal dan maksimal yang bisa digunakan dalam melompati waktu. Awalnya aku kira film ini memang tidak mau ambil pusing dengan hal-hal seperti itu. Aku pun enjoy saja merasa kalau unsur time travel ini cuma sebatas sarana yang tidak mempengaruhi inti cerita. Tapi hal tersebut jadi tidak berlaku lagi setelah banyaknya ambiguitas yang muncul mendekati akhir film. Tidak seperti kebanyakan film anime, film ini mungkin memberikan sebuah open ending yang memberikan kebebasan bagi penontonnya untuk menginterpretasi ending film menurut pribadi penonton masing-masing. Salah satu interpretasi yang dapat dipikirkan, merupakan akhir yang ironis dan sangat tidak mengenakkan.
Dunia digital?
Mengingat film ini sangat komedik pada awalnya, mungkin sebaiknya kita tidak usah terlalu ambil pusing mengenai endingnya yang ambigu, tidak usah melompat mundur ke waktu sebelumnya dan menyimpulkan hal yang tidak menyenangkan, nikmati saja kebahagiaan karakter saat sekarang dan apa yang telah mendewasakannya, walau mungkin akan jadi sedikit naif.
“Makoto! Time waits for no one...” – Yuri Hayakawa to Makoto Konno


Sejak awal mindset-ku sudah mengantisipasi kalau time travel merupakan sebuah hal yang mengerikan. Bayangkan saja, kalau ada time travel, berarti terdapat banyak dunia di setiap detiknya. Dan ketika kita melompat ke waktu lain, kita akan melupakan diri kita di waktu yang kita tinggalkan. Lantas, apa kabar dengan diri kita di waktu sebelumnya itu? Mengabaikannya pun terdengar kejam. Ada suatu gap yang terbentuk di dunia waktu lain akibat perubahan yang terjadi kalau seseorang melakukan perjalanan waktu.
Ouch!

Untungnya film ini tidak pernah sedikit pun mengarahkan kita ke pemikiran tersebut, dan sebaliknya, bahkan mengisinya dengan candaan-candaan yang mengocok perut. Sebagai gantinya, Mamoru Hosoda, mengisi konfliknya dengan menerapkan prinsip cause-effect. Setiap hal yang diubah Makoto setelah melompati waktu akan mengakibatkan suatu hal yang di luar dugaan terjadi, kebanyakan merupakan hal yang tidak diinginkan. Tapi walaupun bodoh, Makoto merupakan pribadi yang baik dan bertanggung jawab, ia mau mengorbankan egonya, kesenangannya, juga waktunya demi memperbaiki semua hal yang telah dikacaukannya. “Time waits for no one”, ungkapan yang muncul berkali-kali di film ini, setuju sekali! Apa kita pikir waktu akan menunggu kita untuk bertindak? Apa kita pikir kita bisa mengulangi dan memperbaiki perbuatan kita yang tidak diinginkan di waktu lampau? Apakah kita sudah cukup menghargai waktu?
Kalau punya punya kenari waktu, mau dipake buat apa ya? :)
Jangan ngarep.. mereka bukannya mau ciuman lho ;)

Bagian selanjutnya sangat direkomendasikan untuk dibaca setelah menonton filmnya, SPOILER AHEAD.

Interpretasi Ending
Chiaki: I’ll be waiting in the future.
Makoto: I’ll be right there. I’ll run there.
Ungkapan di atas merupakan 3 kalimat yang menyebabkan ambiguitas terbesar di film ini. Chiaki ternyata adalah orang yang datang dari masa depan. Mendekati akhir film, Chiaki sudah harus kembali ke masanya, sedangkan Makoto sudah tidak bisa melompati waktu lagi. Dengan kondisi seperti itu berikut sedikit interpretasi yang terpikirkan:
-   Not a really long distance?
Masa depan di mana Chiaki kembali merupakan masa yang tidak begitu jauh, paling tidak Makoto masih hidup saat itu. Hal tersebut bisa menjelaskan perkataan Chiaki yang berkata ia akan menunggu di masa depan dan perkataan Makoto yang bilang ia akan berada di sana. Namun, tidak menjelaskan perkataan Makoto, “I’ll RUN there”. Run atau berlari ke masa depan mengingatkan akan hal melompati waktu, namun diketahui Makoto sudah tidak bisa melompati waktu. Hal lain yang melemahkan kesimpulan ini adalah pada novel karangan Yasutaka Tsutsui sumber adaptasi film ini, juga terdapat karakter dari masa depan, di situ diceritakan dia berasal dari tahun 2660. Hal tersebut memberi kecenderungan Chiaki juga berasal dari tahun yang sama, tahun yang sangat jauh dari masa Makoto.

-  A misunderstanding?
Sederhana sekali hanya dengan menyimpulkan bahwa Chiaki mengira Makoto masih bisa melompati waktu. Makoto entah karena suatu alasan tertentu mengatakan “I’ll run there” mendukung pernyataan Chiaki.

-   “I’ll be waiting for you(r restoration of the paintings) in the future”
Mungkin yang dimaksud Chiaki adalah janji Makoto mengenai lukisan yang dengan misterius sangat ingin dilihat oleh Chiaki. Makoto mungkin akan menjaga lukisan tersebut dan akan melakukan sesuatu mengenainya supaya masih tetap bertahan hingga masa depan di mana Chiaki berada. Jadi, yang ditunggu Chiaki adalah lukisannya.
Mysterious painting

Kazuko Yoshiyama (Aunt Witch): “It's a mysterious painting. If you look at it for a long time, you feel completely at peace. We don't know its artist, or whether it even has any artistic value. But... we learned one thing during the restoration. This painting was drawn hundreds years ago in a time of war and famine.”
Lukisan tersebut sepertinya memegang peranan yang sangat penting dan bisa jadi merupakan kunci dari misteri ambiguitas cerita ini. But what?

-   No dialogue, should’ve  (not really) been better
Dalam fitur yang terdapat pada home videonya (menurut orang yang punya home videonya), Hosoda sensei sendiri mengatakan bahwa sebenarnya tidak diberikan dialog sama sekali pada saat itu pada awalnya.

Ehehehehe..
Rating: 3.5/5
Reviewer: Hardian Z.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar